MATERI : PEWARISAN ANAK LUAR KAWIN
Pewarisan Anak Luar Kawin yang
Diakui diatur dalam Bab XII bagian III Buku II KUHPerdata. Hal yang diatur
adalah mengenai pewarisan anak luar kawin, baik dalam hal anak luar kawin yang
diakui bertindak sebagai ahli waris (hak
waris aktif) maupun dalam hal anak luar kawin berkedudukan sebagai Pewaris
(hak waris pasif).
A.
Pengakuan
Anak Luar Kawin Sepanjang Perkawinan
Anak luar kawin
baru dapat mewaris kalau mempunyai hubungan hukum dengan Pewaris. Hubungan
hukum itu timbul dengan dilakukannya pengakuan.
Pasal
285 KUHPerdata menentukan :
“
Pengakuan yang dilakukan sepanjang perkawinan oleh suami atau istri atas
kebahagiaan anak luar kawin, yang sebelum kawin telah olehnya dibuahkan dengan
orang lain dari istri atau suaminya, tak akan merugikan baik bagi istri atau
suami maupun bagi anak yang dilahirkan dari perkawinan mereka”.
Pengakuan sepanjang
perkawinan, maksudnya pengakuan yang dilakukan suami atau istri yang mengakui
anak itu sewaktu dalam suatu ikatan perkawinan.
Jadi, ayah atau ibu si
anak luar kawin dapat mengakui anak luar kawinnya, walaupun dia terkait dalam
suatu perkawinan, tetapi anak tersebut harus dibuahi ketika ayah dan ibunya
tidak berada dalam status menikah. Pengakuan tersebut tidak boleh merugikan istri
dan anak-anak dari perkawinan pada waktu pengakuan dilakukan.
Kalau pengakuan tidak
merugikan istri/suami dalam perkawinan si orang tua yang mengakuinya terikat,
dan tidak merugikan anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut, maka
pengakuan itu dapat menguntungkan anak luar kawin tersebut, artinya anak luar
kawin tersebut dapat mewaris dari orang tua yang mengakuinya.
B.
Hak
Waris Aktif Anak Luar Kawin (yang diakui)
Diatur dalam
Pasal 862 KUHPerdata sampai Pasal 866 KUHPerdata dan Pasal 873 ayat (1). Ahli
waris anak luar kawin timbul jika Pewaris mengakui dengan sah anak luar kawin
tersebut.
Undang-undang tidak secara tegas mengatur
mengenai siapa yang dimaksud dengan anak luar kawin tersebut.
Pasal
272 KUHPerdata menentukan:
“Anak
luar kawin yang dapat diakui adalah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu,
tetapi tidak dibenihkan oleh seorang pria yang berada dalam ikatan perkawinan
yang sah dengan ibu anak tersebut, dan tidak termasuk dalam kelompok anak zina
atau anak sumbang”.
Anak Luar Kawin dalam
arti luas, meliputi anak zina, anak sumbang, anak luar kawin yang lain. Anak
yang lahir sesudah ayahnya meninggal atau bercerai, belum tentu anak luar
kawin, karena jika anak itu dibenihkan selama ibunya dalam perkawinan yang sah,
dan dilahirkan dalam jangka waktu 300 hari sesudah putusnya perkawinan yang sah
(Pasal 255 KUHPerdata).
Anak luar kawin adalah
anak luar kawin di luar anak sumbang dan anak zina. Jadi, pengertian anak luar
kawin adalah dalam arti sempit, yang diartikan tidak termasuk anak zina dan
anak sumbang. Anak luar kawin dalam arti sempit ini dapat mempunyai hubungan
hukum dengan Pewaris, yaitu dengan diakuinya anak luar kawin tersebut.
Syarat agar anak luar
kawin dapat mewaris ialah bahwa anak tersebut harus diakui dengan sah oleh
orang tua yang membenihkannya. Dalam KUHPerdata dianut prinsip bahwa, hanya
mereka yang mempunyai hubungan hukum dengan Pewaris yang berhak mewaris.
Hubungan hukum antara anak luar kawin dengan ayah ibunya, timbul sesudah ada
pengakuan dari ayah ibunya tersebut. Hubungan hukum tersebut bersifat terbatas,
dalam arti hubungan hukum itu hanya ada antara anak luar kawin yang diakui
dengan ayah ibu yang mengakuinya.
C.
Besarnya
bagian anak luar kawin
Anak Luar Kawin
yang diakui mewaris dengan semua golongan ahli waris. Besar bagian yang
diterima tergantung dengan golongan mana anak luar kawin tersebut mewaris, atau
tergantung dari derajat hubungan kekeluargaan dari para ahli waris yang sah.
Berikut ini
penjelasan mengenai bagian yang diterima oleh anak luar kawin yang diakui yang
mewaris dengan Golongan I,II,III, dan IV.
1.
Anak
Luar Kawin yang Diakui mewaris bersama Golongan Pertama
Diatur
dalam Pasal 863 KUHPerdata:
Bila Pewaris meninggal dengan meninggalkan keturunan
yang sah dan atau suami istri, maka anak luar kawin yang diakui mewaris 1/3 bagian, dari mereka yang sedianya
harus mendapat, seandainya mereka adalah anak sah.
2.
Anak
Luar Kawin mewaris bersama ahli waris Golongan II
Pasal
863 KUHPerdata menentukan:
“Jika
Pewaris tidak meninggalkan keturunan, suami istri akan tetapi meninggalkan
keluarga sedarah dalam garis ke atas ataupun saudara laki-laki maupun perempuan
atau keturunan saudara, maka mereka menerima ½ dari warisan”.
Dengan
demikian berdasarkan perumusan Pasal 863 KUHPerdata, maka:
“Apabila
anak luar kawin mewaris bersama-sama dengan ahli waris Golongan II atau
Golongan III maka mereka mendapat ½ warisan”.
3.
Anak
luar kawin mewaris bersama Golongan III
4.
Anak
luar kawin mewaris bersama dengan ahli waris Golongan IV
Pasal 863 ayat (1) KUHPerdata menentukan bahwa, jika
hanya ada sanak saudara dalam derajat lebih jauh ¾.
Maksud dari sanak saudara dalam derajat yang lebih
jauh adalah ahli waris Golongan IV.
Jadi anak luar kawin mewaris dengan ahli waris
golongan IV, besarnya bagian anak luar kawin ¾.
Pasal 863 ayat (2) KUHPerdata menentukan kemungkinan
adanya anak luar kawin yang mewaris bersama-sama dengan anggota keluarga yang
berhubungan darah dalam perderajatan yang berlainan.
Kemungkinan itu terjadi dalam hal terjadi kloving, dimana masing-masing bagian
dalam kloving diperlakukan
seakan-akan suatu warisan yang berdiri sendiri. Dalam Pasal 863 ayat (2)
KUHPerdata dihitung dengan melihat kelurga yang terdekat hubungan
perderajatannya dengan Pewaris.
5.
Anak
luar kawin sebagai ahli waris satu-satunya
Dalam hal ini ada kemungkinan bahwa Pewaris tidak
meninggalkan ahli waris selain anak luar kawin tersebut. Pasal 865 KUHPerdata
secara garis besar menentukan bahwa anak luar kawin mewaris seluruh harta
warisan.
6.
Anak
luar kawin dan penggantian tempat
Seandainya seorang anak luar kawin yang diakui
meninggal dunia lebih dahulu dari Pewaris, dengan meninggalkan keturunan sah,
maka keturunan dari anak luar kawin tersebut menggantikan kedudukannya sebagai
ahli waris.
Dalam hal ini yang perlu mendapatkan perhatian ialah
bahwa keturunan anak luar kawin tersebut adalah hanya keturunan yang sah.
7.
Anak
sumbang dan anak zina
Pasal 867 KUHPerdata menentukan bahwa peraturan
mengenai hukum waris anak luar kawin tidak berlaku bagi anak yang dibenihkan
karena zina atau dalam sumbang. Oleh karena tidak diatur maka dapat disimpulkan
bahwa mereka tidak berhak mewaris.
Kepada anak zina dan anak sumbang undang-undang
tidak memberikan hak waris, tetapi undang-undang memberikan kepada mereka hak
menuntut pemberian nafkah seperlunya (Pasal 867 ayat 2), yang besarnya tidak
tentu tergantung dari besarnya kemampuan ayah atau ibu dan keadaan para ahli
waris yang sah.
D.
Hukum
Waris Pasif Anak Luar Kawin yang Diakui
Hukum waris
pasif, artinya warisan seorang anak luar kawin yang diakui, dalam hal anak luar
kawin menjadi Pewaris, diatur dalam Pasal 870,871, dan Pasal 873 ayat (2) dan
(3) KUHPerdata.
Pasal
870 KUHPerdata menentukan:
“Warisan
anak luar kawin adalah untuk sekalian keturunan dan suami atau istrinya”.
Sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 870 KUHPerdata tersebut, maka apabila ada anak luar kawin meninggal
tanpa suami atau istri maupun keturunan maka berlaku Pasal 870. Jadi, kalau
anak luar kawin meninggal ada keturunan dan suami atau istri maka Pasal 870
KUHPerdata baru berlaku.
Dalam hal anak luar
kawin meninggal dunia, maka anak luar kawin dianggap Pewaris biasa, sama dengan
Pewaris lain. Dalam hal ini, juga berlaku penggantian tempat dalam hal
keturunan seorang anak luar kawin meninggal dunia lebih dahulu dari si Pewaris
(anak luar kawin).
artikelnya sangat membantu terimakasih.......
BalasHapus